Sunday, April 7, 2013

Jusuf Kalla adalah Pahlawan GAM

Jusuf Kalla (putih)

Jusuf Kalla adalah Pahlawan bagi rakyat aceh yang menginginkan kemerdekaan aceh. Dengan sikap tegas Jusuf Kalla yang mendukung Berkibarnya bendera dan Parta lokal aceh, maka secara de facto Aceh telah merdeka. Hanya tinggal satu langkah untuk mendapat pengakuan dunia dengan peta baru, peta Aceh sebagai Negara baru, karena telah resmi memiliki Bendera, Lambang, Hymne dan Partai sebagai syarat kedaulatan Negara. MoU Helsinki adalah titik akhir dari perjuangan yang selama ini diperjuangkan oleh sbagian rakyat aceh dalam perjuangan pergerakan Aceh merdeka.

Dalam perundingan itu telah dicapai kesepakatan atas kewenangan aceh yang begitu besar, termasuk kewenangan untuk membuat persetujuan kerjasama dengan asing.

Dari pihak Indonesia, penandatanganan dilakukan oleh Hamid Awaluddin

Hamid Awaluddin (kanan)

Mereka berdua adalah Pahlawan bagi Rakyat pendukung Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Thursday, April 4, 2013

Sejarah Lahirnya Gerakan Aceh Merdeka


 
GAM (Gerakan Aceh Merdeka), mau tak mau, harus bicara kelahiran negara Republik Indonesia. Sebab, dari situlah kisah gerakan menuntut kemerdekaan dimulai. Lima hari setelah RI diproklamasikan, Aceh menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Dibawah Residen Aceh, yang juga tokoh terkemuka, Tengku Nyak Arief, Aceh menyatakan janji kesetiaan, mendukung kemerdekaan RI dan Aceh sebagai bagian tak terpisahkan.Pada 23 Agustus 1945, sedikitnya 56 tokoh Aceh berkumpul dan mengucapkan sumpah. ”Demi Allah, saya akan setia untuk membela kemerdekaan Republik Indonesia sampai titik darah saya yang terakhir.” Kecuali Mohammad Daud Beureueh, seluruh tokoh dan ulama Aceh mengucapkan janji itu. Pukul 10.00, Husein Naim dan M Amin Bugeh mengibarkan bendera di gedung Shu Chokan (kini, kantor gubernur). Teuku Nyak Arief Gubernur di bumi Serambi Mekkah.

Tetapi, ternyata tak semua tokoh Aceh mengucapkan janji setia. Mereka para hulubalang, prajurit di medan laga. Prajurit yang berjuang melawan Belanda dan Jepang. Mereka yakin, tanpa RI, mereka bisa mengelola sendiri negara Aceh. Inilah kisah awal sebuah gerakan kemerdekaan. Motornya adalah Daud Cumbok. Markasnya di daerah Bireuen.

 
 
Tokoh-tokoh ulama menentang Daud Cumbok. Melalui tokoh dan pejuang Aceh, M. Nur El Ibrahimy, Daud Cumbok digempur dan kalah. Dalam sejarah, perang ini dinamakan perang saudara atau Perang Cumbok yang menewaskan tak kurang 1.500 orang selama setahun hingga 1946. Tahun 1948, ketika pemerintahan RI berpindah ke Yogyakarta dan Syafrudin Prawiranegara ditunjuk sebagai Presiden Pemerintahan Darurat RI (PDRI), Aceh minta menjadi propinsi sendiri. Saat itulah, M. Daud Beureueh ditunjuk sebagai Gubernur Militer Aceh. Oleh karena kondisi negara terus labil dan Belanda merajalela kembali, muncul gagasan melepaskan diri dari RI. Ide datang dari dr. Mansur. Wilayahnya tak cuma Aceh.

Tetapi, meliputi Aceh, Nias, Tapanuli, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkalis, Indragiri, Riau, Bengkulu, Jambi, dan Minangkabau. Daud Beureueh menentang ide ini. Dia pun berkampanye kepada seluruh rakyat, bahwa Aceh adalah bagian RI. Sebagai tanda bukti, Beureueh memobilisasi dana rakyat. Setahun kemudian, 1949, Beureueh berhasil mengumpulkan dana rakyat 500.000 dolar AS. Uang itu disumbangkan utuh buat bangsa Indonesia.

Uang itu diberikan ABRI 250 ribu dolar, 50 ribu dolar untuk perkantoran pemerintahan negara RI, 100 ribu dolar untuk pengembalian pemerintahan RI dari Yogyakarta ke Jakarta, dan 100 ribu dolar diberikan kepada pemerintah pusat melalui AA Maramis. Aceh juga menyumbang emas lantakan untuk membeli obligasi pemerintah, membiayai berdirinya perwakilan RI di India, Singapura dan pembelian dua pesawat terbang untuk keperluan para pemimpin RI. Saat itu Soekarno menyebut Aceh adalah modal utama kemerdekaan RI.

Setahun berlangsung, kekecewaan tumbuh. Propinsi Aceh dilebur ke Propinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh marah. Apalagi, janji Soekarno pada 16 Juni 1948 bahwa Aceh akan diberi hak mengurus rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam tak juga dipenuhi. Intinya, Daud Beureueh ingin pengakuan hak menjalankan agama di Aceh. Bukan dilarang. Beureueh tak minta merdeka, cuma minta kebebasan menjalankan agamanya sesuai syariat Islam. Daud Beureueh pun menggulirkan ide pembentukan Negara Islam Indonesia pada April 1953. Ide ini di Jawa Barat telah diusung Kartosuwiryo pada 1949 melalui Darul Islam.

 
 
Lima bulan kemudian, Beureueh menyatakan bergabung dan mengakui NII Kartosuwiryo. Dari sinilah lantas Beureueh melakukan gerilya. Rakyat Aceh, yang notabene Islam, mendukung sepenuhnya ide NII itu. Tentara NII pun dibentuk, bernama Tentara Islam Indonesia (TII). Lantas, terkenallah pemberontakan DI/TII di sejumlah daerah. Beureueh lari ke hutan. Cuma, ada tragedi di sini. Pada 1955 telah terjadi pembunuhan masal oleh TNI. Sekitar 64 warga Aceh tak berdosa dibariskan di lapangan lalu ditembaki. Aksi ini mengecewakan tokoh Aceh yang pro-Soekarno. Melalui berbagai gejolak dan perundingan, pada 1959, Aceh memperoleh status propinsi daerah istimewa.

Beureueh merasa dikhianati Soekarno. Bung Karno tidak mengindahkan struktur kepemimpinan adat dan tak menghargai peranan ulama dalam kehidupan bernegara. Padahal, rakyat Aceh itu sangat besar kepercayaannya kepada ulama. Gerilya dilakukan. Tetapi, Bung Karno mengerahkan tentaranya ke Aceh. Tahun 1962, Beureueh dibujuk menantunya El Ibrahimy agar menuruti Menhankam AH Nasution untuk menyerah. Beureueh menurut karena ada janji akan dibuatkan UU Syariat Islam bagi rakyat Aceh (baru terwujud tahun 2001).

GAM lahir di era Soeharto. Saat itu, sedang terjadi industrialisasi di Aceh. Soeharto benar-benar mencampakkan adat dan segala penghormatan rakyat Aceh. Efek judi melahirkan prostitusi, mabuk-mabukan, bar, dan segala macam yang bertentangan dengan Islam dan adat rakyat Aceh. Kekayaan alam Aceh dikuras melalui pembangunan industri yang dikuasai orang asing melalui restu pusat. Sementara rakyat Aceh tetap miskin.

Pendidikan rendah, kondisi ekonomi sangat memprihatinkan. Melihat hal ini, Daud Beureueh dan tokoh tua Aceh yang sudah tenang kemudian bergerilya kembali untuk mengembalikan kehormatan rakyat, adat Aceh dan agama Islam. Pertemuan digagas tahun 1970-an. Mereka sepakat meneruskan pembentukan Republik Islam Aceh, yakni sebuah negeri yang mulia dan penuh ampunan Tuhan. Kini mereka sadar, tujuan itu tak bisa tercapai tanpa senjata. Lalu diutuslah Zainal Abidin menemui Hasan Tiro yang sedang belajar di Amerika.

Pertemuan terjadi tahun 1972 dan disepakati Tiro akan mengirim senjata ke Aceh. Zainal tak lain adalah kakak Tiro. Sayang, senjata tak juga dikirim hingga Beureueh meninggal. Hasan Asleh, Jamil Amin, Zainal Abidin, Hasan Tiro, Ilyas Leubee, dan masih banyak lagi berkumpul di kaki Gunung Halimun, Pidie. Di sana, pada 24 Mei 1977, para tokoh eks DI/TII dan tokoh muda Aceh mendirikan GAM. Selama empat hari bersidang, Daud Beureueh ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi. Sementara Hasan Tiro yang tak hadir dalam pendirian GAM itu ditunjuk sebagai wali negara. GAM terdiri atas 15 menteri, empat pejabat setingkat menteri dan enam gubernur. Mereka pun bergerilya memuliakan rakyat Aceh, adat, dan agamanya yang diinjak-injak Soeharto.

 
 
Miliki Pabrik Senjata dan Berlatih di Libia
Setelah didirikan, GAM mendapat dukungan rakyat. Hubungan dengan dunia internasional terus dibangun. Kekuatan bersenjata pun disusun. Berapa anggota GAM, bagaimana kekuatannya, jaringan internasionalnya, dan dananya?

Masih ingat deadline maklumat pemerintah 12 Mei 2003 lalu. Hingga batas waktu ultimatum, pemerintah tak juga mengeluarkan keputusan sebagai tanda awal operasi militer ke Aceh. Konon, saat itu pemerintah menghitung kekuatan TNI di sana. Ada kekhawatiran, TNI bakal dilibas GAM melalui perang gerilya. Secara tidak langsung, kabar ini menyiratkan ketangguhan kekuatan bersenjata GAM. Sesungguhnya jumlah anggota GAM itu sebagian besar rakyat Aceh.

Filosofinya begini. Jika rakyat terus ditindas, maka seluruh rakyat itu akan bangkit melawan. Dan, hal seperti inilah yang terjadi di bumi Serambi Mekah itu. Perlawanan GAM mendapat simpati luar biasa dari rakyat Aceh. Rakyat yang lama ternista dan teraniaya. Sambil berkelakar, Panglima Tertinggi GAM dan Wakil Wali Negara Aceh Tengku Abdullah Syafei (alm) sempat mengatakan, bayi-bayi warga Aceh telah disediakan senjata AK-47 oleh GAM. Mereka akan dididik dan dilatih sebagai tentara GAM dan segera pergi berperang melawan TNI.

Sejatinya, basis perjuangan GAM dilakukan dalam dua sisi, diplomatik dan bersenjata. Jalur diplomasi langsung dipimpin Hasan Tiro dari Swedia. Opini dunia dikendalikan dari sini. Sementara basis militer dikendalikan dari markasnya di perbatasan Aceh Utara-Pidie. Seluruh kekuatan GAM dioperasikan dari tempat ini.

Termasuk, seluruh komando di sejumlah wilayah di Aceh dan di beberapa negara seperti Malaysia, Pattani (Thailand), Moro (Filipina), Afghanistan, dan Kazakhstan. Tetapi, kerap GAM menipu TNI dengan cara mengubah-ubah tempat markas utamanya. Di seluruh Aceh, GAM membuka tujuh komando, yaitu komando wilayah Pase Pantebahagia, Peurulak, Tamiang, Bateelik, Pidie, Aceh Darussalam, dan Meureum. Masing-masing komando dibawahi panglima wilayah.

 
 
Sejak berdiri tahun 1977, GAM dengan cepat melakukan pendidikan militer bagi anggota-anggotanya. Setidaknya tahun 1980-an, ribuan anak muda dilatih di camp militer di Libia. Saat itu, Presiden Libia Mohammar Khadafi mengadakan pelatihan militer bagi gerakan separatis dan teroris di seluruh dunia. Hasan Tiro berhasil memasukkan nama GAM sebagai salah satu peserta pelatihan.

Pemuda kader GAM juga berhasil masuk dalam latihan di camp militer di Kandahar, Afghanistan pimpinan Osama bin Laden. Gelombang pertama masuk tahun 1986, selanjutnya terus dilakukan hingga akhir 1990. Selama DOM, pengiriman tersendat. Tetapi, angkatan 1995-1998 sudah mendapat latihan intensif. Ketika DOM dicabut, prajurit dari Libia ini ditarik ke Aceh. Jumlahnya sekitar 5.000 personel dan dijadikan pasukan elite GAM (semacam Kopassus).

Jalur ke Libia memang agak mudah. Dari Aceh, para pemuda Aceh itu dikirim melalui Malaysia lalu menuju Libia. Jalur lainnya dari Aceh lalu ke Thailand menuju Afghanistan dan melanjutkan ke Libia. Dari jalur ketiga, yakni melalui Aceh menuju Filipina Selatan dan ke Libia. Tiga jalur penting ini hampir selalu lolos dari jangkauan petugas imigrasi, polisi, dan patroli TNI-AL. Di era Syafei hingga sekarang dipegang Muzakkir Manaf, personel GAM terdiri atas pasukan tempur, intelijen, polisi, pasukan inong baleh (pasukan janda korban DOM) dan karades (pasukan khusus) serta Lasykar Tjut Nyak Dien (tentara wanita).

Wakil Panglima GAM Wilayah Pase Akhmad Kandang (alm) pernah mengklaim, jumlah personel GAM 70 ribu. Anggota GAM 490 ribu. Jumlah itu termasuk jumlah korban DOM 6.169 orang. Sumber resmi Mabes TNI cuma menyebut sekitar enam ribu orang. Mantan Menhan Machfud MD menyebut 4.869 personel. Dari jumlah itu, 804 di antaranya dididik di Libia dan 115 dilatih di Filipina — Moro. Persediaan senjatanya terdiri atas pistol, senapan, GLM, mortir, granat, pelontar granat, pelontar roket, RPG, dan bom rakitan.

Jenis senapan di antaranya AK-47, M-16, FN, Colt, dan SS-1. Dari mana persenjataan itu diperoleh? Ada jalur internasional yang menyuplainya. Sejumlah negara disebut antara lain, gerakan separatis Pattani Thailand, Malaysia, gerakan Islam Moro Filipina, eks pejuang Kamboja, gerakan separatis Sikh India, gerakan Elan Tamil, dan Kazhakstan serta Libia dan Afghanistan. GAM juga membuat pabrik senjata. Di antaranya, di Kreung Sabe, Teunom — Aceh Barat — dan di Lhokseumawe dan Nisau-Aceh Utara serta di Aceh Timur.

Jenis senjata yang diproduksi seperti bom, amunisi, senjata laras panjang dan pendek, pabrik senjata ini bisa dibongkar pasang sesuai dengan kondisi medan. Jika akan diserbu TNI, pabrik senjata telah dipindahkan ke daerah lain. Para ahli senjata disekolahkan ke Afghanistan dan Libia.

Senjata-Senjata GAM juga berasal dari Jakarta dan Bandung. Pasar gelap senjata ini dilakukan oleh oknum TNI dan Polri yang haus kekayaan. Bagi GAM, asal ada senjata, uang tidak masalah. Sebab, faktanya GAM ternyata memiliki sumber dana yang sangat besar. Jumlah pembelian ke oknum TNI/Polri ini bisa trilyunan rupiah. Sebuah penggerebekan tahun 2000 oleh Polda Metro Jaya sempat menemukan kuitansi Rp 3 milyar untuk pembelian senjata GAM di pasar gelap dari oknum TNI. Kini, senjata yang dimiliki TNI juga dimiliki GAM.

Yang tak dimiliki GAM adalah senjata berat. Sebab, sifatnya yang lamban. Prinsip GAM, senjata itu harus memiliki mobilitas tinggi, mudah dibawa ke mana-mana. Sebab, strategi perangnya yang hit and run. GAM bahkan mengaku memiliki senjata yang lebih modern daripada TNI. Misalnya, senjata otomatis yang dimiliki para karades. Senjata otomatis, berbentuk kecil mungil itu bisa tahan berhari-hari dalam air. Anggota karades inilah yang biasa menyusup ke kota-kota dan menyergap anggota TNI/Polri yang teledor.

Membeli senjata tentu dengan uang melimpah. Sebab, harganya yang tak murah. Lantas, dari mana mereka mendapatkan dana? GAM memiliki donatur tetap dari pengusaha-pengusaha Aceh yang sukses di luar negeri. Di antaranya, di Thailand, Malaysia, Singapura, Amerika, dan Eropa. Dana juga didapatkan dari sumbangan wajib yang diambil dari perusahaan-perusahaan lokal dan multinasional di Aceh.

Sebagai gambaran, tahun 2000 lalu, GAM meminta sumbangan wajib kepada seorang pengusaha lokal bernama Tengku Abu Bakar sebesar Rp 100 juta. Abu Bakar diberi surat berkop Neugara Atjeh-Sumatera tertanggal 15 Februari 2000 yang ditandatangani oleh Panglima GAM Wilayah Aceh Rajek Tengku Tarzura. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah menyebut Pupuk Iskandar Muda pernah menyetor Rp 10 milyar ke GAM untuk biaya keamanan.

GAM kerap melakukan gangguan bila tidak mendapatkan sumbangan wajib tersebut. Makanya, setiap bulan, GAM mendapat upeti dari para pengusaha ”sahabat GAM” itu. Sistem komunikasi GAM juga sangat canggih. Sistem komunikasi berlapis dilakukan GAM sebagai benteng pertahanan dan propaganda. Selain handytalky, GAM juga memiliki radio tranking, radar dan telepon satelit. GAM juga memiliki penyadap telepon. Acap kali gerakan TNI/Polri dimentahkan aksi-aksi penyadapan ini. Penggerebekan sering kali gagal total.

Sistem organisasinya yang disusun dengan sistem sel juga membantu GAM survive. Tidak mudah menemukan markas GAM. Meski, ada sebagian anggota GAM yang ditangkap. Antara anggota dan pejabat satu dengan yang lain kadang tidak berhubungan, tidak saling mengenal. Ketua Umum Forum Perjuangan dan Keadilan Rakyat Aceh (FOPKRA) Shalahuddin Al Fatah menuturkan, sejak zaman Belanda, rakyat Aceh memang tidak pernah menang. Tetapi, rakyat Aceh tidak pernah ditaklukkan. Fakta sejarah pula, gerakan rakyat Aceh menentang pusat tidak pernah menang. Tetapi, TNI tidak pernah bisa menaklukkan mereka. [Sumber]

Jusuf Kalla Melangkahi wewenang SBY dalam penandatanganan MoU Helsinki


BANDA ACEH, KOMPAS.com — Calon Presiden Muhammad Jusuf Kalla, yang juga Wakil Presiden RI, "menelanjangi" peranan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, baik di saat perundingan damai Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), maupun di masa sebelumnya saat menjadi Menko Politik dan Keamanan

Dalam kampanye dialogis di hadapan sekitar 1.000 pendukung dan kader Partai Golkar di gedung Sarana Kebudayaan Anjung Monmata di Jalan SA Mahmudsyah, Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sabtu (13/6) siang tadi, tanpa menyebut dan juga menyebut "presiden" atau "pemimpin" saja, Kalla menceritakan hal itu dengan gamblang tentang peranan Presiden SBY.

Meskipun tanpa menyebut nama, publik bisa mengetahui siapa yang dimaksud oleh Kalla. Saat Kalla memaparkan tanpa menyebut nama, tetapi hanya menyebut "pemimpin" dan "presiden", Kalla menggambarkan penolakan presiden untuk menandatangani setiap masalah yang dirundingkan dalam perdamaian damai, seperti soal pendirian partai lokal.

"Coba periksa, tidak ada tanda tangan siapa pun kecuali tanda tangan saya di dalam perjanjian perdamaian Helsinki itu. Saya pernah minta untuk ditandatangani soal pendirian partai lokal, akan tetapi presiden tidak mau. Akhirnya, saya yang menandatangani dengan segala risiko setelah 10 kali membacakan Surat Yassin bersama istri saya," ungkapnya.

Kemudian, Kalla juga menyatakan soal presiden yang disebutnya hanya manggut-manggut saat dilapori soal perkembangan perundingan damai Aceh. "Semua yang saya lakukan terkait perundingan damai Aceh itu, sepengetahuan Presiden. Dan, itu saya laporkan. Waktu saya laporkan, beliau biasanya manggut-manggut. Pemimpin itu cukup mengangguk-angguk saja. Presiden kita bagus karena tidak pernah menolak, meskipun juga tidak pernah memberikan pengarahan (soal perundingan)," ungkap Kalla.

Kalla selanjutnya juga menceritakan peranan SBY di kala pemberlakuan Darurat Sipil di Aceh. Sebaliknya, ia juga seperti mengklarifikasi siapa yang menandatangani Darurat Sipil di Aceh pada waktu itu. "Bukan kami (yang keluarkan). Kami waktu itu Menko Kesra. Ada teman saya yang meneken darurat sipil waktu itu. Kalau Pak Wiranto (pasangannya sebagai cawapres), justru yang mencabut Daerah Operasi Militer (DOM), dan minta maaf atas Aceh," lanjut Kalla.

Pada bagian lain, Kalla juga menyinggung tentang hadiah nobel yang diharapkan seseorang terkait dengan perundingan damai di Aceh. "Hadiah yang tertinggi dari perundingan damai itu adalah yang datang dari Allah SWT. Bukan nobel. Tidak tahu, kalau ada orang yang mengharapkan hadiah nobel itu," demikian dikatakan Kalla.  

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2009/06/13/1258380                         

Tentang MoU Helsinki

Apa yang akan kita katakan untuk menggambarkan kondisi Aceh sekarang? “Hancur Berantakan”. Ya, mungkin itu jawaban yang paling tepat untuk kita kemukakan. Perampokan, pembunuhan, perpecahan, dan teror, masih senantiasa mengintai kita dimana saja dan kapan saja. Bahkan bisa kita katakan, kondisi Aceh sekarang lebih parah daripada ketika masa konflik dulu.

Kenapa demikian? Karena ketika masa konflik dulu, berbagai macam kasus pembunuhan yang terjadi karena memang Aceh sedang dalam kondisi perang. Dan perangnya pun jelas, yaitu perang antara Pemerintah Indonesia yang ingin mempertahankan kedaulatan NKRI dalam bingkai Pancasila, dengan GAM yang menuntut kemerdekaan dan ingin mendirikan Negara Islam. Adapun sekarang, pembunuhan, perampokan, dan teror yang terjadi justru antar sesama rakyat Aceh tanpa adanya tujuan dan maksud yang jelas. Sangat disayangkan memang, padahal sekarang ini Aceh sedang berada dalam kondisi damai setelah adanya perjanjian MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM.
Tapi sebentar. Jika memang sekarang ini Aceh sedang berada dalam kondisi damai, lalu mengapa ini semua bisa terjadi? Apakah seperti ini yang dikatakan Damai? Bukankah damai itu artinya aman, nyaman, tenang dan tentram? Atau mungkin ada yang dikatakan damai tetapi dalam kondisi penuh dengan pembunuhan dan teror serta perpecahan seperti sekarang? Tetapi jika sekarang ini bukan damai, apakah berarti sekarang ini Aceh dalam kondisi perang? Ah, membingungkan. Sebaiknya kita tinggalkan saja pertanyaan-pertanyaan itu.
Yang penting untuk kita perhatikan sekarang adalah, mengapa setelah adanya MoU Helsinki ini, rakyat Aceh justru saling ribut dan berpecah belah antar sesama, bahkan sampai ada yang saling membunuh??!! Apakah mungkin sebentar lagi Aceh akan mengalami perang saudara??!! Kemudian mengapa setelah adanya MoU Helsinki ini semakin banyak investor-investor asing yang datang untuk mengambil kekayaan alam Aceh yang melimpah ruah??!! Kemudian mengapa setelah adanya MoU Helsinki ini semakin banyak aliran-aliran sesat yang bermunculan ditengah umat??!! Kemudian mengapa setelah adanya MoU Helsinki ini moral dan akhlak masyarakat Aceh –kecuali yang dirahmati Allah- semakin tersesat??!!
Padahal selama ini Perjanjian MoU Helsinki begitu diagungkan oleh sebagian besar masyarakat Aceh. Ada yang menganggap MoU Helsinki ini adalah rahmat dari Allah. Ada pula yang menganggap dengan adanya MoU Helsinki ini, sama saja dengan rakyat Aceh sudah mendapatkan kemerdekaannya, akan tetapi tetap dalam bingkai NKRI. Bahkan ada petinggi Partai Aceh (PA) ketika menuntut haknya kepada Pemerintah Indonesia mengatakan : ““kita tidak minta lebih pada pemerintah Indonesia, tapi cukup sesuai dengan MoU Helsinki”!!!
Demikianlah, MoU Helsinki benar-benar menjadi sesuatu yang diagungkan dan telah menjadi harapan besar bagi masyarakat Aceh untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang telah berlangsung puluhan tahun tanpa ada penyelesaian. Tapi sayangnya, ternyata harapan itu jauh dari kenyataan. Sebagaimana yang telah disebutkan, kondisi Aceh sekarang bahkan menjadi semakin parah dan sangat memungkinkan justru akan muncul perang saudara.
Maka tulisan ini hadir untuk sedikit memberikan pencerahan kepada masyarakat Aceh tentang apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dibalik Perjanjian MoU Helsinki yang telah menjadi harapan besar bagi Rakyat? Dan bagaimana solusi untuk keluar dari permasalahan ini?
Amerika, Sang “Polisi Dunia”
Ketika berbicara tentang permasalahan politik, maka ada satu hal yang tidak bisa dihindari oleh hampir seluruh Negara yang ada di dunia, yaitu campur tangan Amerika Serikat (AS) yang mengklaim dirinya sebagai Polisi Dunia. Ya, Sebagai salah satu pemenang Perang Dunia II (PD II) dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak vetonya, serta dibantu oleh sekutunya dari aliansi Uni Eropa, negara yang lahir pada tanggal 4 Juli 1776 ini mulai menanamkan kuku-kuku kekuasaan atas ekonomi dan politik negara-negara kecil di dunia pasca PD II.
Amerika dulunya bukan terlahir sebagai polisi dunia. Di abad – 16, dirinya baru saja ditemukan oleh bangsa Barat. Sebuah New World, begitulah yang dikatakan oleh Vasco de Gama saat menemukan benua Amerika. Meskipun sebenarnya Vasco de Gama dan Amerigo Vespuci bukanlah orang pertama yang menginjakkan kakinya di benua tersebut, melainkan sudah ada 500 koloni suku Indian disana. Namun seorang professor di sebuah universitas barat menyatakan bahwa nama ‘Amerika’ pastilah diambil dari nama seorang Amerigo Vespuci.
Perlu untuk kita ketahui, pada mulanya benua gersang ini dikuasai oleh kolonial Inggris di Amerika Utara (Amerika Serikat), dan Spanyol di Amerika bagian Selatan. Perlahan tetapi pasti, Amerika di bagian utara ternyata lebih menunjukkan proses kemajuan yang sangat signifikan sebagai negara Industrialis, ketimbang saudaranya di Selatan yang masih berkecimpung dalam kebudayaan agraris. Kereta api, perkembangan teknologi seperti telepon, telegraf, dan listrik bahkan tumbuh menjadi pusat bisnis dunia saat itu. Jika kita pernah mengetahui Perusahaan Baja Rockefeller yang terbesar di Amerika Serikat, maka perusahaan itu adalah satu potret kemajuan Amerika Utara di abad–18. Hingga pada tahun 1776, wilayah ini merdeka dengan Thomas Jefferson sebagai pahlawan populernya. Amerika Utara berubah menjadi negara federasi atau yang lebih kita kenal sekarang sebagai Amerika Serikat. Berbagai konsensus, kebijakan luar negeri, undang–undang, serta perluasan ke Barat pun dilaksanakan. Dari sinilah perjalanan Amerika Serikat menuju negara Adidaya dimulai.
Awalnya Amerika bukan satu-satunya Negara adidaya di dunia, karena disamping mereka ada Uni Soviet. Uni Soviet dianggap sebagai penghalang Amerika untuk memperoleh gelar negara Adidaya Tunggal. Polisi Dunia tidak akan terbentuk jika Uni Soviet masih memiliki kekuatan yang setara dengan Amerika. Akhirnya, kedua Negara besar inipun terlibat dalam Perang Dingin berkepanjangan pasca Perang Dunia II.
Namun Uni Soviet kemudian terjebak oleh kebodohannya sendiri ketika memutuskan untuk menginvasi Afghanistan. Dalam invasinya tersebut, ternyata mereka bukan hanya melawan bangsa Afghan sendiri, akan tetapi mereka harus melawan seluruh umat Islam yang pada waktu itu bersatu dari berbagai belahan dunia menuju Afghanistan untuk membantu perjuangan rakyat Afghan. Maka jadilah peperangan itu menjadi perang antara Uni Soviet melawan seluruh umat Islam. Uni Soviet pun kalah dan muka mereka tersungkur ke tanah dengan memalukan. Tidak lama kemudian Negara mereka hilang dari peta dunia dan sejak saat itulah Amerika menasbihkan Negara mereka sebagai satu-satunya Negara adidaya dan menjadi Polisi Dunia.
Semenjak klaim sepihak tersebut, tidak ada satupun urusan politik negara-negara di dunia, melainkan Amerika ikut campur didalamnya. Mereka tidak segan-segan untuk membombardir sebuah Negara jika dirasa Negara tersebut akan merugikan atau bertentangan dengan kebijakan politik mereka. Padahal sebenarnya sebutan untuk mereka lebih tepat sebagai Preman Dunia daripada Polisi Dunia. Bagaimana tidak, setiap kita teringat akan Amerika, maka saat itu juga kita teringat akan berbagai kekejaman, amoralitas, penjajahan, liberalisme, dan keburukan-keburukan lainnya yang di dukung oleh kekuatan ekonomi kapitalis mereka.
Kezhaliman yang dilakukan oleh Amerika kepada bangsa-bangsa di dunia dan kepada bangsa muslim khususnya sungguh luar biasa. Penduduk Iraq telah kehilangan rakyatnya sebanyak lebih dari dua juta orang akibat diberlakukannya embargo. Sedangkan Palestina kehilangan separuhnya, dari korban meninggal hingga yang luka akibat berlangsungnya kezhaliman zionis yang mendapat dukungan penuh oleh Amerika di bumi mereka sejak setengah abad lebih. Kemudian bangsa Afghan, juga akibat embargo, meninggal 70.000 muslim. Tak jauh berbeda dengan kaum muslimin di Filiphina, Indonesia, Kosovo, Somalia, Libya, Sudan dan bangsa muslim lain yang tangan Amerika berlumuran dengan darah mereka.
Belum lagi berjuta-juta orang non muslim di benua hitam Afrika dan di Jepang, di Serbia, Amerika selatan serta negara di dunia lainnya yang mana sudah lama merasakan permusuhan Amerika serta kezhalimannya yang mengerikan.
Mereka semua, berjumlah sekitar puluhan juta. Ini tidak termasuk orang-orang yang diusir dan pengungsi serta diasingkan di luar negeri mereka sendiri melalui tangan Amerika. Fihak Irak telah mengajukan surat peringatan kepada PBB tanggal 16/7/1422 H. Didalam surat peringatan tersebut disebutkan bahwa Amerika sejak tahun 1879 M kira-kira, telah menyulut 72 api peperangan di dunia, baik secara langsung maupun melalui perantara orang lain. Ini dikatagorikan yang paling mengerikan dalam sejarah kehidupan manusia.
Tragedi Runtuhnya WTC dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Amerika
Pada tahun 1998, menteri pertahanan Amerika Serikat William S. Cohen mengatakan bahwa hingga saat ini Amerika Serikat tidak akan memiliki rival yang bersifat global, ataupun kelak muncul dalam waktu dekat. Maksudnya, ketiadaan rival secara tidak langsung memberikan garansi bahwa tidak akan ada ancaman keamanan terhadap wilayah kedaulatan Amerika Serikat. Cohen mengestimasi bahwa lingkungan keamanan (security environment) pada tahun 1998 hingga tahun 2015 akan ditandai dengan ketiadaan kekuatan global yang menjadi kompetitor Amerika Serikat dalam kapabilitas militer seperti apa yang dilakukan oleh Soviet dimasa perang dingin. Kapabilitas ini tidak akan mampu tersaingi bahkan hingga 15 tahun ke depan.
Akan tetapi Allah memang Maha Berkuasa. Ditengah kepongahannya sebagai penguasa tunggal dunia, Amerika dikejutkan dengan sebuah serangan dari para mujahidin yang perwira. Sembilan belas orang pemuda Islam pilihan dari barisan tentara-tentara Allah yang tulus hanya membutuhkan 500.000 dollar saja untuk memukul Amerika, Sang Penguasa Tunggal Dunia, dan membuat mereka sempoyongan.
Peristiwa runtuhnya menara kembar WTC 11 September 2001, yang kemudian dikenal dengan Tragedi 9/11, merupakan serangan paling spektakuler dari mujahidin Al-Qaeda untuk mencederai Amerika Serikat. Serangan barakah ini benar-benar sangat mematikan karena dampak negatif material yang dialami oleh Amerika melampaui jumlah yang dibayangkan. Serangan ini telah menimbulkan kerugian senilai puluhan milyar dollar, dan dalam tempo singkat kerugian naik hingga bilangan ratusan milyar dollar serta mengarah kerugiannya sampai satu trilyun dollar. Artinya seribu milyar dollar lebih, hanya dalam tempo sekejap. Bangunan WTC “Alto-M” berisi para pemikir dan articulate ekonomi yang banyak sekali. Di antaranya ada 2.000 pegawai yang berkerja di perusahaan dagang pada bursa efek yang meninggal dunia.
Demikianlah, ratusan perusahaan raksasa kehilangan pemikir dan file-file dokumennya. Sedangkan dua bangunan menara ini, senilai lebih dari 23 Milyar dollar. Namun, berita-berita yang ada tidak terfokus kepada kontruksi-kontruksi bangunan yang banyak dan memenuhi bangunan-bangunan itu, yang runtuh sedikit demi sedikit sebagai tambahan kerugian materi. Seolah kita dihadapkan kepada sebuah serangan nuklir taktis. Radio Suara Amerika menyatakan bahwa harga dari bangunan-bangunan yang runtuh termasuk dua menara WTC, mencapai 45 Milyar dollar lebih.
Asal tahu saja, reruntuhan bangunan ini mencapai setengah juta ton. Gubernur New York mengatakan bahwa mereka memerlukan waktu enam bulan untuk menghilangkan reruntuhan dan operasi pembersihan. Dan beban biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukannya adalah 20 milyar dollar sebagaimana yang telah dianggarkan khusus oleh kongres.
Dampak-dampak berikutnya mulai meluas. Perusahaan asuransi mulai memperbincangkan tentang musibah ini. Artinya, ketidaksanggupan perusahaan itu untuk membayar hak-hak yang semestinya dibayar. Mulai juga pembicaraan seputar biaya ganti rugi untuk mereparasinya. Jumlah yang ditaksir harian Daily New York mencapai 25 milyar dolar. Kejadian ini mengakibatkan 108 ribu orang kehilangan pekerjaan, dan ini tidak termasuk para pegawai usaha penerbangan. Dinas Perpajakan juga mengalami kerugian hingga tiga miliar dollar. Sedangkan kerugian usaha perhotelan hingga mencapai 7 juta dollar perhari.
Efek dari serangan ini merambat menyeberangi samudera Atlantik mengenai perusahaan penerbangan Eropa. Baru berjalan dua pekan, sebanyak lebih dari 68 ribu karyawan di non aktifkan, hanya di pabrik pembuatan pesawat di Amerika serikat. Perusahaan-perusahaan Amerika mengajukan bantuan dana pertama kepada pemerintah sebesar 24 milyar dollar, yang mana 15 milyar dollar di antaranya dikhususkan pemerintah sebagai tunjangan pertama untuk membantu perusahaan-perusahaan itu. Sebagian besar perusahaan penerbangan Eropa mengumumkan bakal terjadinya berbagai kerugian dikarenakan ancaman bom. Sementara itu, beberapa rencana sangat rahasia telah mengumumkan bahwa perusahaan-perusahaan ini mengalami kolaps akibat dari serangan tersebut.
Dalam sidangnya di Brussel, para komisaris perusahaan penerbangan juga menyatakan turunnya pangsa penjualan pesawat hingga dua milyar dollar, turunnya penjualan suku cadang pesawat hingga 6,5 milyar dollar di tahun 2002 dan 6,7 milyar dollar di tahun 2003.
Dampak serangan ini juga berpindah ke Timur Tengah. Negara-negara Timur Tengah mengumumkan bahwa pasar transportasi akan mengalami stagnasi, bahkan di sebagian negara ada kemungkinan gulung tikar. Amerika dan negara-negara barat juga telah menyarankan untuk membatalkan perjanjian dengan beberapa negara umat Islam yang juga mengalami kemunduran gara-gara hal itu, lantaran hancurnya bidang produksi dan teknologi yang kedua-duanya dikendalikan oleh para pakar dari barat.
Tetapi, memang kerugian ekonomi terbesar dari reaksi ledakan ini adalah yang dialami Bursa Efek di New York, di mana pasar transaksi harta Amerika dalam sehari mengalami kerugian sebesar 500 milyar dollar, berarti setengah trilyun. Dan bertambah sepekan kemudian.
Yang jelas, kocek Amerika memasuki ombak dari sikap kemewahan dalam urusan harta, melakukan rekontruksi-rekontruksi serta persiapan-persiapan militer. Padahal anggaran pertama kali yang diberikan khusus untuk persiapan-persiapan adalah 40 milyar dollar. Sementara perekonomian Amerika sebelum terjadinya serangan ini sedang menghadapi kemunduran cukup serius. Semua indikasi yang ada mengisyaratkan bahwa itu akan terus berlanjut dan semakin dalam saja. Ada beberapa peneliti ekonomi yang mulai membandingkan kerugian-kerugian ini dengan kerugian krisis ekonomi terbesar dalam tiga dasawarsa selama abad dua puluh. Para pelaku usaha ekspor-impor juga merasakan berbagai hambatan melelahkan disebabkan menyusutnya perjalanan via pesawat, dari dan menuju Amerika serikat.
Perekonomian Amerika, dalam satu pilarnya bersandar kepada opini keamanan, yang selama ini menganggap Amerika dibentengi dengan berbagai pelindung di sekitarnya serta sangat jauh dari serangan-serangan dunia. Tapi ternyata setelah adanya serangan ini, ia seperti sebuah pulau besar yang berada persis di tengah-tengah kekacauan ini. Kehilangan unsur keamanan dilihat dari hancurnya wibawa negara besar ini, akan terus melahirkan pengaruh-pengaruh ekonomi di atas gelombang yang susul menyusul.
Mengkaitkan masalah perekonomian dan pengaruhnya, sesungguhnya pola kehidupan orang Amerika benar-benar telah mengalami serangan di saat mereka tuli. Amerika saat itu benar-benar menyaksikan kondisi siaga keamanan yang merubah kehidupan serba mewah orang Amerika menuju neraka yang tak tanggung-tanggung. Pemberlakuan pemeriksaan keamanan sedemikian ketat di bandara-bandara, tempat-tempat wisata dan kota-kota besar. Amerika seperti tidak akan pernah lagi mengecap rasa aman meskipun di tengah-tengah negaranya sendiri. Maka biarlah mereka sedikit merasakan apa yang dirasakan oleh kaum muslimin selama puluhan tahun akibat ulah mereka.
Para pemuka Amerika telah berkubang dalam lumpur dan kini mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Sehari sebelum serangan, disebutkan dalam sebuah koran bahwa CIA memiliki pesawat-pesawat sebesar lebah sebagai mata-mata. Ternyata semua omong kosong ini terungkap dan nampaklah kepalsuannya. Amerika dengan semua kekuatan, kekuatan marinir dan semua ocehannya ternyata tidak mampu melindungi lokasi departemen pertahanan dan gedung putihnya. Serangan ini telah menampakkan wujud asli dari pemerintah Amerika serta keamanan Amerika yang sebenarnya.
Diperkirakan, produksitifitas dunia secara global mengalami kemunduran sebanyak 747 milyar dollar, artinya 2,2 % dari pemasukan dunia tahun 2002 M sebagaimana disebutkan dalam laporan yang dipublikasikan Biro Kajian Ekonomi di London. Presenter dari laporan itu, Douglas Makola Mist, mengatakan : “Semua kerugian yang teranalisa ini adalah ketika dalam kondisi tidak ada aksi serangan lain atau reaksi berupa perang, kalau itu terjadi, kerugian akan semakin berlipat ganda”. (Dikutip dari buku Haqiqatul Harbis Salibiyatil Jadidah)
Perang di Afghanistan dan Irak telah melemahkan ekonomi makro AS
Tetapi tragedi itu ternyata benar-benar telah membuat Amerika kehilangan akal sehatnya. Dimulai pada Oktober 2001 setelah serangan WTC 11 September, Amerika Serikat melalui Presidennya pada waktu itu, George W. Bush, memulai kampanye Perang Melawan Terorisme mereka di Afganistan, dengan tujuan menggulingkan kekuasaan Taliban, yang dituduh melindungi Al-Qaeda. Bahkan tidak cukup sampai disitu, pada tahun 2003, Amerika kembali menginvasi Irak dengan alasan yang tidak jelas. Demikianlah Amerika, mereka tetap saja menjadi sebuah negara yang sombong dan arogan, bahkan didalam kondisi terjepit sekalipun. Reaksi spontan Presiden AS ketika itu, George W. Bush, untuk menginvasi Afghanistan dan kemudian Irak, benar-benar telah menggerogoti perekonomian bangsa itu.
Joseph E. Stiglitz, seorang Profesor di Columbia University, peraih Nobel di bidang ekonomi, serta pengarang “Freefall: Free Markets and the Sinking of the Global Economy”, mengatakan : “Serbuan ke Afghanistan pasca serangan teroris masih bisa dipahami. Tapi, invasi ke Irak sungguh tak ada kaitannya dengan Al-Qaeda -bagaimanapun kerasnya Bush berupaya mencari-cari hubungannya. Kemudian, perang AS melawan Irak menjadi amat mahal -yang pada awalnya membutuhkan lebih dari US$60 miliar.
Ketika saya dan Linda Bilmes menghitung biaya perang yang mesti dikeluarkan AS tiga tahun lalu, angka kasar berada di kisaran US$ 3-5 triliun. Sejak itu, anggaran kian meningkat. Dengan nyaris 50 persen jumlah tentara yang kembali dan bisa menerima santunan cacat tubuh dan lebih dari 600 ribu veteran yang menjalani perawatan medis, kami menduga bahwa uang bagi tentara yang cacat dan biaya kesehatan akan mencapai sekitar US$ 600-900 miliar.
Di luar itu, biaya sosial yang muncul seperti tindakan bunuh diri yang diambil oleh para veteran perang (yang beberapa tahun belakangan menyentuh 18 kejadian per hari) dan retaknya rumah tangga tak bisa dihitung secara pasti.
Bahkan, jika Bush mendapatkan maaf atas jasanya menyertakan AS dan negara-negara lain dalam perang melawan Irak, tak ada ampun bagi Bush atas cara yang ia pilih untuk membiayai perang. Sepanjang sejarah, perang Bush itu adalah satu-satunya yang dibiayai sepenuhnya dari pinjaman. Pada saat AS tengah berperang, dengan defisit yang kian meningkat setelah pemotongan pajak di tahun 2001, Bush memutuskan bahwa golongan kaya di negeri itu pantas mendapatkan keringanan pajak.
Hari-hari ini, AS tengah berkutat dengan pengangguran dan defisit. Ancaman yang bisa menjatuhkan AS di masa mendatang dapat dilacak hingga perang di Afghanistan dan Irak. Melonjaknya belanja pertahanan, bersamaan dengan pemotongan pajak, merupakan faktor kunci yang menguak penyebab mengapa AS beringsut dari yang mulanya mencetak keuntungan fiskal hingga 2 persen dari PDB ketika Bush terpilih menjadi dirongrong utang. Belanja langsung pemerintah untuk kedua perang itu mencapai kira-kira US$2 triliun - US$17.000 per keluarga.
Selain itu, saya dan Bilmes menegaskan dalam buku kami yang berjudul “The Three Million Dollar War”, bahwa perang di Afghanistan dan Irak telah melemahkan ekonomi makro AS dan memperuncing defisit serta utang. Kini, gejolak di Timur Tengah memicu membubungnya harga minyak. Bangsa Amerika dituntut mengeluarkan uang lebih banyak demi mengimpor minyak. Padahal, mereka bisa memakai uang itu untuk membeli lebih banyak produk domestik.
Namun, Bank Sentral AS (Federal Reserve) menyembunyikan keburukan itu dengan menciptakan gelembung kredit perumahan yang akhirnya mendorong ledakan konsumsi. Butuh bertahun-tahun untuk mengatasi masalah itu”. –selesai-
Demikianlah, keadaan ekonomi Amerika yang carut marut pasca serangan WTC dan invasi mereka ke Afghanistan dan Irak. Mereka harus mencari jalan keluar lain secepatnya untuk memulihkan perekonomian mereka. Dan tentu sasaran utamanya adalah negara-negara dunia ketiga.
Musibah Tsunami 26 Desember 2004 dan Misi Terselubung Amerika cs
Pada tanggal 26 desember 2004, terjadi Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra Hindia (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Aceh). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.
Musibah ini memakan korban tidak kurang dari 200.000 jiwa, dan ratusan ribu lainnya luka-luka. Bahkan bukan hanya itu, gelombang Tsunami juga meluluhlantakkan semua tempat dan bangunan yang dilewatinya. Sementara itu data jumlah korban tewas paling banyak diderita oleh Indonesia, yang dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara. Itulah kisah suram yang terjadi di penghujung tahun 2004 silam yang telah membuat masyarakat dunia, khususnya Indonesia, berlinangan air mata.
Namun tidak demikian halnya dengan Amerika Serikat. Menlu AS pada waktu terjadinya musibah Tsunami tersebut, yaitu Condoleezza Rice, menyebut bahwa Tsunami yang terjadi sebagai “peluang bagus yang akan memberi keuntungan besar bagi Amerika”.
Amerika melihat Tsunami Aceh ini sebagai satu peluang bagus untuk mencari jalan keluar bagi negaranya yang sedang dilanda kesulitan ekonomi pasca serangan 11 September. Belum lagi, pada tahun itu biaya perang di Afghanistan dan Irak sedang hebat-hebatnya. Maka jadilah Amerika menyusun strateginya untuk menarik keuntungan sebesar-besarnya di daerah-daerah yang tertimpa bencana. Caranya, mereka masuk ke daerah-daerah yang tertimpa bencana tersebut dengan kedok ingin memberikan bantuan kemanusiaan, dan tentu, yang paling menarik perhatian mereka adalah Aceh.
Mengapa Aceh? Jawabannya adalah karena Aceh merupakan pintu masuk Selat Malaka, jalur utama dari Samudra Hindia dan Atlantik ke Asia Timur dan Pasifik. Selain itu Aceh juga sangat kaya dengan sumber daya minyak dan gas alam. Inilah yang membuat Amerika yang dibantu oleh sekutu-sekutunya dari Uni Eropa begitu bersemangat untuk melirik Aceh.
Seorang pengamat intelijen, Pitut Suharto, berkata : “Pihak barat berambisi mendamaikan Aceh karena memang ada kepentingan asing di Aceh”.
Bahkan seorang aktivis Yahudi dan pemikir antiglobalisasi, Naomi Klein, menyatakan : “Jangan pernah percaya dengan mulut manis dan bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh kaum imperialis yang berkedok globalisasi”.
Untuk semakin memperjelas pemaparan diatas, kami akan membawakan kembali beberapa petikan dari Tabloid Intelijen Nomor 26/V/2009 yang pernah membahas tentang permasalahan ini :
§  Di dalam hal 5 disebutkan :
“Setelah Timor Timur lepas, Aceh dan Papua masuk dalam daftar tunggu. Pertimbangan strategisnya, Aceh merupakan pintu masuk Selat Malaka, jalur utama dari Samudra Hindia dan Atlantik ke Asia Timur dan Pasifik. Selain itu Aceh juga sangat kaya dengan sumber daya minyak dan gas alam”.
§  Kemudian dilanjutkan pada hal 6 :
“Selangkah lebih maju dari Papua, tangan-tangan AS dan Yahudi telah mencengkram Aceh. Saat ini wilayah Aceh memang menjadi ajang operasi USAID. Bahkan untuk kepentingan kapitalis di Aceh, George Soros[1], tokoh kapitalisme global sekaligus orang paling berpengaruh di AIPAC[2], meluangkan waktu untuk mengunjungi Aceh. Pendiri Open Society Institute (OSI) itu dikenal dekat dengan Hillary Clinton. Tak salah jika dalam kunjungan ke Aceh selalu mencela kebijakan George W. Bush. Melalui Open Society Foundation, yayasan miliknya yang bekerja di seluruh dunia, Soros telah menggelontorkan donasi sukarela yang luar biasa. Untuk memuluskan proyek USAID, miliarder keturunan Yahudi itu menggunakan OSI, Yayasan Tifa, dan Tokoh MoU Helsinki, Martti Ahtisaari sebagai pelaksana lapangan. Setidaknya, Soros telah membiayai sejumlah proyek infrastruktur di Aceh.
Bill Clinton sendiri terlibat restrukturisasi Aceh. Dimana Clinton bertindak sebagai Duta Khusus Sekjen PBB untuk pemulihan Tsunami. Clinton sempat empat kali berkunjung ke Aceh. Dalam satu kesempatan Clinton juga bertemu dengan Malik Mahmud dari GAM.
Setidaknya USAID telah menggelontorkan dana tak kurang US$ 409 juta untuk merekonstruksi wilayah Aceh pasca Tsunami. Jalan Hillary (Clinton, -ed) untuk menggarap Aceh memang terbuka. Penguasa Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pun menyambut baik tawaran Soros. Kabarnya, yayasan Soros telah menggelontorkan dana Rp.500 miliyar untuk kampanye pemenangan Partai Aceh, yang didirikan Gerakan Aceh Merdeka.
Sumber INTELIJEN mengungkapkan, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam rekonstruksi Aceh merupakan hasil dari lobi Yahudi (AIPAC). “Jika Peace Corp berkiprah di Aceh, julukan Serambi Mekkah akan berganti menjadi Serambi Tel Aviv”, ungkap sumber INTELIJEN”.
§  Kemudian dilanjutkan lagi pada hal 11 :
“Lihat saja di Aceh, pasca bencana tsunami dan Perjanjian Helsinki 2005, kehadiran jaringan Soros begitu marak. Soros secara pribadi juga telah beberapa kali mengunjungi Aceh. Sumber INTELIJEN menyebut untuk persiapan Pemilu Lokal di Aceh, Soros dikabarkan telah membiayai Partai Aceh yang merupakan wadah perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebelumnya Perundingan RI-GAM juga tak lepas dari campur tangan sang “predator berbulu filantropi” yahudi ini. Untuk kasus Aceh, Soros menggunakan jasa perunding ulung Damien ‘the spin doctor’ Kingsbury yang juga berdarah yahudi”.
§  Dan tersebut dengan jelas didalam hal.3 :
“Banyak NGO asing yang memperebutkan “kue pembangunan Aceh” yang dianggarkan mencapai lebih Rp. 41 triliun ini. Sampai-sampai perusahaan minyak Amerika, Halliburton pun minta jatah proyek. Perusahaan yang paling diuntungkan dengan recovery dan rekonstruksi Irak di era Bush ini menghadap Presiden SBY untuk menawarkan proyek-proyek migas di Aceh.
Tak hanya kapitalisme global yang diuntungkan, tapi juga raja-raja kecil di tingkat lokal. Pada kasus rekonstruksi Aceh dan Nias, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong konon menjadi koordinator. Sementara di tingkat lokal perusahaan dari kelompok Bukaka dan Bakrie juga mendapat peran penting. Alhasil, proyek recovery dan rekonstruksi Aceh lebih menyerupai proyek menata ulang segala sektor, dibanding membantu mereka yang ditimpa bencana”.
Kemudian masih pada halaman yang sama dilanjutkan :
“Selain menata kembali segala sektor pasca tsunami, proyek “kapitalisme bencana” juga berhasil menjerat negara berkembang kedalam jebakan utang luar negeri. Dalam kasus Aceh, upaya rekonstruksi yang lebih banyak melibatkan NGO asing justru mendorong Pemerintah untuk berhutang kembali.
Negara donor malah memberi angin kepada Indonesia dengan memenuhi permohonan moratorium pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo kala itu. Sementara untuk menutup defisit anggaran yang timbul dari proyek rekonstruksi Aceh, Pemerintah lagi-lagi mendapat opsi pahit untuk memprivatisasi BUMN sebagaimana menjadi saran tetap Bank Dunia.
Inilah wajah Aceh yang kini bersiap menghadapi Pemilu lokal 2009. Wajah Aceh yang sudah ditata ulang oleh “kapitalisme bencana” ini seolah menjadi potret bagaimana cara kerja mesin kapitalisme global melakukan ekspansinya.
Tentu kalangan globalis harus berterima kasih kepada sejumlah tokoh dibalik perdamaian Aceh, seperti Damien Kingsbury, Pieter Feith, Martti Ahtisaari, Anthony Zinni, serta mitra lokal dari Indonesia dalam perundingan yang menghasilkan MoU Helsinki”. –selesai--.
Apa yang diungkapkan didalam Tabloid INTELIJEN ini bukan hanya sebatas praduga atau analisa murahan semata. WikiLeaks membocorkan memo berkategori rahasia yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS yang membahas soal tambang dan pabrik timah di dekat Selat Melaka, Indonesia–yang diincar AS karena dianggap vital bagi kepentingan Amerika Serikat (AS). Selain itu, Washington juga menandai sejumlah sumber daya dan lokasi strategis lainnya di mancanegara yang patut diperhatikan bagi kepentingan Negeri Paman Sam.
Memo ini berkategori rahasia, yang bernomor referensi STATE 015113. Memo diplomatik itu menginstruksikan kedutaan-kedutaan besar AS di mancanegara untuk menyusun daftar infrastruktur yang dianggap vital bagi kesehatan publik, keberlangsungan ekonomi dan keamanan AS.
Tambang dan pabrik timah di Selat Melaka, Indonesia, termasuk dalam ratusan aset yang berkatagori infrastruktur penting dan sumber daya kunci bagi AS. Daftar itu dimuat dalam Critical Foreign Dependencies Initiative 2008, yang bertujuan untuk mendata sejumlah aset vital di luar negeri untuk melindungi kepentingan AS dari berbagai ancaman, baik terorisme maupun bencana alam.
Jadi Amerika cs membutuhkan Perjanjian MoU Helsinki untuk menjalankan misi-misinya di Aceh. Entah karena sebuah kebetulan waktu itu Pemerintah Indonesia dan GAM akan merencanakan sebuah perjanjian damai, atau mungkin memang Perdamaian itu sendiri masuk kedalam skenario Amerika cs? Tapi yang jelas MoU Helsinki penuh dengan kejanggalan. Apalagi jika kita melihat kepada isinya yang sangat sarat dengan kepentingan asing. Perhatikan beberapa point dari isi Perjanjian MoU Helsinki berikut ini :
Didalam pembukaan MoU Helsinki disebutkan :
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.
Pada tahun 1995, Amerika Serikat menerbitkan A National Security Strategy Engagement and Enlargement yang memfokuskan pada tiga hal pokok sebagai tujuan utama strategi keamanan Amerika Serikat yakni : 



  • Memelihara keamanan Amerika Serikat dengan kekuatan militer yang senantiasa siap untuk berperang.
  • Meningkatkan revitalisasi terhadap kemampuan perekonomian Amerika.
  • Mempromosikan demokrasi secara luas.


Kemudian, hal lainnya yang semakin sejalan dengan analisa diatas adalah jika kita melihat kepada point-point selanjutnya dari MoU Helsinki. Dalam point 1.3. tentang Ekonomi disebutkan :
Dalam dokumen ini tampak jelas bahwa tujuan untuk mencapai kepentingan nasional Amerika Serikat dalam konteks keamanan akan tetap mengandalkan superioritas sektor militer Amerika Serikat sebagai fokus utama. Sebagai negara Superpower, Amerika Serikat merasa berkewajiban untuk dapat “menjaga” dan “memelihara” perdamaian serta mempromosikan demokrasi sebagai bagian integral yang melekat dengan status superpower.
Presiden Bush dalam pidato pelantikan periode kedua masa kepresidenannya pada hari Kamis, berjanji kepada rakyat Amerika Serikat dan dunia- bahwa dia bersumpah untuk mempromosikan demokrasi baik di dalam dan di luar negeri.
"Ini adalah kebijakan Amerika Serikat untuk mencari bantuan atau sokongan dalam mendukung pertumbuhan gerakan demokrasi dan institusi-institusi di setiap bangsa serta membudayakan tujuan akhir yaitu mengakhiri tirani di dunia kita", kata Bush dalam pidato pelantikannya setelah upacara penyumpahan.
Kita sudah memahami bahwa Demokrasi adalah sebuah sistem syirik yang sangat bertentangan dengan akidah Islam (Baca : Demokrasi Adalah Sebuah Agama). Tapi kita pun harus mengetahui, bahwa Amerika Serikat telah menjadikan Demokrasi sebagai alat untuk menjalankan kepentingan-kepentingan mereka di seluruh dunia. Artinya, Amerika juga memang berkepentingan untuk menyebarkan Demokrasi, karena dengan Demokrasi akan lebih mudah bagi mereka mengontrol Negara-negara didunia untuk mengikuti kebijakan politik mereka. Caranya? Amerika akan mendukung salah satu partai politik yang dianggap bisa menjalankan kepentingan mereka di Negara tersebut. Biasanya, melalui operasi intelijen Amerika akan berusaha memenangkan partai politik tersebut didalam Pemilu. Kita ambil contohnya adalah seperti Partai Demokrat di Indonesia.
Amerika merasa akan sulit untuk menjalankan kepentingan mereka di suatu Negara jika pemerintahan di Negara tersebut berbentuk tiran, seperti Irak semasa Saddam Husain, ataupun ketika Muammar Qaddafi masih berkuasa di Libya. Akan tetapi ini semua pun dengan catatan, jika penguasa tiran tersebut bandel dan tidak tunduk pada kebijakan Amerika.
Adapun jika ternyata penguasa tiran tersebut loyal penuh dan patuh pada kebijakan mereka, maka Amerika tidak akan pernah memaksakan Demokrasi di Negara tersebut. Contohnya seperti Arab Saudi dan sebagian besar Negara-negara Arab. Atau bahkan sebagaimana yang terjadi di Mesir baru-baru ini. Amerika Serikat lebih menyukai Mesir dibawah kepemimpinan Husni Mubarak daripada Mesir yang sekarang. Padahal Mesir yang sekaranglah yang sudah menjalankan Demokrasi dengan sebenar-benarnya. Akan tetapi karena ternyata yang menang dalam Pemilu adalah partai dari Ikhwanul Muslimin yang notabene sering berseberangan dengan kebijakan mereka, maka Amerika tidak menyukainya. Inilah dia Amerika yang bermuka dua dan memiliki standar ganda dalam menyebarkan Demokrasinya.
Strategi inilah yang kemudian diterapkan di Aceh. Pada point : 1.2. tentang Partisipasi Politik,  disebutkan :
1.2.1 Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk partai-partai politik lokal, Pemerintah RI, dalam tempo satu tahun, atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, akan menciptakan kondisi politik dan hukum untuk pendirian partai politik lokal di Aceh dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pelaksanaan Nota Kesepahaman ini yang tepat waktu akan memberi sumbangan positif bagi maksud tersebut.
Lalu disebutkan didalam point 1.1.2 : Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.     Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi.
b.    Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan khusus Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
c.     Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
d.    Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh.
Sudah kita sebutkan sebelumnya, bahwa Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya (Uni Eropa) menggunakan Demokrasi sebagai alat untuk menjalankan kepentingan-kepentingannya di seluruh penjuru dunia. Dan hak masyarakat Aceh untuk mendirikan partai lokal inilah yang menjadi kunci bagi Amerika cs.
Sebagaimana yang sudah disebutkan didalam tabloid Intelijen, bahwa operasi USAID berusaha untuk memenangkan Partai Aceh didalam Pemilu. Setelah Pemerintah dan Legislatif Aceh dikuasai oleh Partai Aceh, maka Amerika cs akan mudah menjalankan misi-misinya tanpa dapat dihalangi oleh siapapun, termasuk oleh Pemerintah Indonesia sendiri.
Coba perhatikan isi dari point : 1.1.2, disitu jelas sekali tertulis bahwa semua hal ihwal tentang Aceh, maka keputusannya harus melalui persetujuan Pemerintah dan Legislatif Aceh. Sedangkan Pemerintah dan Legislatif Aceh sudah dikuasai oleh kader-kader Partai Aceh yang telah mendapatkan sokongan penuh dari Amerika cs. Hal ini belum lagi ditambah dalam skala nasional Partai Demokrat adalah pemegang suara terbanyak. Maka kita tidak heran jika  waktu itu Partai Aceh bisa begitu mesra dengan Partai Demokrat.
Point ini terlihat seolah-olah sangat menguntungkan rakyat Aceh. Tapi pada kenyataannya di lapangan, justru point inilah yang menjadi point inti bagi Amerika cs untuk menjalankan misi-misinya di Aceh… Wallahu a’lam.
Ada baiknya kita melihat kembali apa yang disebutkan didalam Tabloid Intelijen Nomor 26/V/2009 pada hal 6 :
“Selangkah lebih maju dari Papua, tangan-tangan AS dan Yahudi telah mencengkram Aceh. Saat ini wilayah Aceh memang menjadi ajang operasi USAID. Bahkan untuk kepentingan kapitalis di Aceh, George Soros, tokoh kapitalisme global sekaligus orang paling berpengaruh di AIPAC, meluangkan waktu untuk mengunjungi Aceh. Pendiri Open Society Institute (OSI) itu dikenal dekat dengan Hillary Clinton. Tak salah jika dalam kunjungan ke Aceh selalu mencela kebijakan George W. Bush. Melalui Open Society Foundation, yayasan miliknya yang bekerja di seluruh dunia, Soros telah menggelontorkan donasi sukarela yang luar biasa. Untuk memuluskan proyek USAID, miliarder keturunan Yahudi itu menggunakan OSI, Yayasan Tifa, dan Tokoh MoU Helsinki, Martti Ahtisaari sebagai pelaksana lapangan. Setidaknya, Soros telah membiayai sejumlah proyek infrastruktur di Aceh.
Bill Clinton sendiri terlibat restrukturisasi Aceh. Dimana Clinton bertindak sebagai Duta Khusus Sekjen PBB untuk pemulihan Tsunami. Clinton sempat empat kali berkunjung ke Aceh. Dalam satu kesempatan Clinton juga bertemu dengan Malik Mahmud dari GAM.
Setidaknya USAID telah menggelontorkan dana tak kurang US$ 409 juta untuk merekonstruksi wilayah Aceh pasca Tsunami. Jalan Hillary (Clinton, -ed) untuk menggarap Aceh memang terbuka. Penguasa Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pun menyambut baik tawaran Soros. Kabarnya, yayasan Soros telah menggelontorkan dana Rp.500 miliyar untuk kampanye pemenangan Partai Aceh, yang didirikan Gerakan Aceh Merdeka.
Sumber INTELIJEN mengungkapkan, perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam rekonstruksi Aceh merupakan hasil dari lobi Yahudi (AIPAC). “Jika Peace Corp berkiprah di Aceh, julukan Serambi Mekkah akan berganti menjadi Serambi Tel Aviv”, ungkap sumber INTELIJEN”.
Sangat memungkinkan jika MoU Helsinki ini memang dibuat untuk menjalankan kepentingan-kepentingan Amerika cs di Aceh. Jika kita melihat kronologis perundingan MoU Helsinki saja, dalam perundingan putaran pertama sebenarnya para elite GAM masih bersikukuh untuk menuntut kemerdekaan. Akan tetapi Martti Ahtisaari mengulitimatum dan memberi peringatan kepada para elite GAM agar mereka melupakan ide dan pembicaraan tentang ide kemerdekaan. Martti Ahtisaari mengatakan hanya mau berbicara dalam kerangka otonomi khusus. Bahkan Martti Ahtisaari mengancam akan menggunakan pengaruhnya agar GAM tidak mendapat dukungan international jika tetap ngotot ingin merdeka. (Damai di Aceh, Catatan Perdamaian RI-GAM di Helsinki, Hamid Awaluddin, CSIS)
Dan yang semakin mendukung hal ini adalah, pada waktu GAM mengambil Damien Kingsbury sebagai penasehat mereka. Padahal Kingsbury adalah seorang keturunan yahudi, yang mana sudah kita ketahui bahwasanya bangsa Yahudi memiliki misi yang sama di seluruh dunia. (baca : Rencana Jahat Kaum Yahudi dan Freemasonry Terhadap Dunia)
Sangat disayangkan memang… Apakah para elite GAM telah lupa dengan firman-firman Allah Ta’ala yang sangat banyak memperingatkan kita dari hal ini ?
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (Qs. Al-Baqarah : 120)
“Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tidak suka ada kebajikan dari Tuhanmu yang diturunkan kepadamu”. (Qs. Al-Baqarah : 105)
“…orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus”. (Qs. An Nisa’ : 102)
“Mereka menginginkan kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)”. (Qs. An Nisa’ : 89)
“…mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) jika mereka mampu”. (Qs. Al Baqarah : 217)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”. (Qs. Ali ‘Imran : 118) 

1.3.1. Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak untuk menetapkan tingkat suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia).
1.3.2. Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan internal yang resmi. Aceh berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh.
Selama ini, hutang luar negeri yang berbasis riba, disamping haram dalam Islam, pada faktanya hanyalah alat efektif yang digunakan negara-negara barat sebagai kreditor (pemberi hutang), terutama melalui IMF dan Bank Dunia, untuk mengintervensi, mengeksploitasi, dan melakukan penjajahan ekonomi atas pihak debitor (pengutang). Dalam konteks Aceh, boleh jadi hutang luar negeri yang akan diterima Aceh kelak, harus dibayar mahal dengan menggadaikan kekayaan Aceh yang berlimpah ruah, seperti minyak bumi dan gas kepada pihak asing (orang-orang kafir). Inilah yang telah terjadi di Indonesia ketika IMF memaksakan agenda privatisasi atas sejumlah BUMN yang notabene milik umat.  
Syaikh Abdurrahman Al-Maliki, salah seorang tokoh senior Hizbut Tahrir didalam bukunya “As-Siyasatu Al-Iqtishadiyatu Al-Mutsla” (Politik Ekonomi Islam) dengan tegas mengatakan : “Sesungguhnya hutang luar negeri untuk pendanaan proyek-proyek adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam dan senantiasa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, disamping hutang luar negeri itu menjadi jalan untuk menjajah suatu negara”.
Hal ini secara terbuka diakui John Perkins, mantan anggota “perusak ekonomi” (Economy Hit Man) dalam bukunya “Confession of an Economic Hit Man”. Dalam bukunya itu, Perkins menulis tentang tujuan penugasannya antara lain untuk membangkrutkan negara-negara yang menerima pinjaman raksasa tersebut, sehingga mereka selamanya akan dicengkram oleh para kreditornya, dan dengan demikian negara-negara penerima hutang tersebut akan menjadi target yang mudah ketika kita menginginkan yang kita kehendaki, seperti pangkalan-pangkalan militer, suaranya di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.
Lebih lanjut Perkins menulis tujuan proyek-proyek pembangunan di dunia ketiga yang diberikan hutang oleh negara-negara barat : “Tujuan membangun proyek-proyek tersebut adalah menciptakan laba sangat besar bagi para kontraktornya, dan membuat bahagia sekelompok kecil elit dari bangsa penerima hutang luar negeri, sambil memastikan ketergantungan keuangan yang langgeng (long term), dan karena itu menciptakan kesetiaan politik dari negara-negara target di dunia”.
Sedangkan Revrisond Baswir, seorang pakar ekonom kritis, menjelaskan bahaya dari hutang luar negeri ini. Pada sisi efektifitasnya, secara internal, hutang luar negeri tidak hanya dipandang menjadi penghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara dunia ketiga. Ia diyakini menjadi pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan.
Pada sisi ideologinya, hutang luar negeri diyakini telah dipakai oleh negara-negara pemberi pinjaman, terutama Amerika Serikat, sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal ke seluruh penjuru dunia. Dengan dipakainya hutang luar negeri sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal, berarti hutang luar negeri telah dengan sengaja dipakai oleh negara-negara pemberi pinjaman untuk menguras dunia.
Demikian pula dengan hak Aceh untuk melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh.
Mengundang investasi asing terutama dalam pengelolaan sumber daya alam milik umat, berpotensi menyerahkan sebagian atau keseluruhan hak kepemilikan kepada pihak asing (Amerika cs). Jika benar-benar terjadi, jelas ini berbahaya, karena hanya akan mengakibatkan dikeruknya kekayaan alam Aceh oleh pihak asing penjajah.
Adapun upaya mengundang wisatawan asing ke aceh, maka ini lebih berbahaya lagi. Karena setiap kedatangan wisatawan asing (orang-orang kafir) biasanya akan diikuti tradisi dan gaya hidup mereka yang permissif (bebas seperti hewan) yang sangat bertolak belakang dengan budaya Islam. Sehingga dengan demikian, sedikit demi sedikit mereka akan mengeluarkan umat Islam Aceh dari kehidupannya yang Islami.
Lihat saja sekarang bagaimana kondisi masyarakat Aceh. Dari tahun ke tahun pengidap virus HIV semakin bertambah. Prostitusi berkedok cafe, salon ataupun kos-kosan semakin menjamur. Perzinaan semakin merajalela. Para pelaku homoseks (bencong) semakin menjadi-jadi. Pakaian-pakaian tidak syar’i semakin ngetrend, dan berbagai macam perilaku menyimpang dan maksiat-maksiat lainnya yang mana semuanya baru ada di Aceh setelah masuknya orang-orang kafir asing pasca perjanjian MoU Helsinki.
Mungkin sebagian orang akan menyangkal hal ini. Mungkin mereka tidak percaya bahwa orang-orang kafir itu berkepentingan untuk menyebarkan kehidupan ala hewaninya di bumi serambi mekkah. Tapi ketahuilah, bahwasanya Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada kita akan hal ini berabad-abad yang lalu dari atas tujuh lapis langit melalui firman-Nya :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (Qs. Al-Baqarah : 120)
“Mereka menginginkan kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)”. (Qs. An Nisa’ : 89)
Bahkan kenapa kita harus jauh-jauh. Inilah mereka sendiri yang telah mengabarkannya kepada kita. Pastor Samuel Zwemer dalam konggres missionaris dunia yang diadakan di Al Quds tahun 1955 mengatakan : “Sesungguhnya tugas missionaris yang dipercayakan kepada kalian oleh negara-negara Kristen di negeri-negeri Islam, bukanlah untuk memasukkan kaum muslimin ke dalam agama Kristen; karena sesungguhnya ini merupakan petunjuk dan pemuliaan bagi mereka. Sesungguhnya tugas kalian yang sebenarnya adalah mengeluarkan orang Islam dari keislamannya sehingga menjadi sosok makhluk yang tak mempunyai hubungan dengan Allah, yang pada gilirannya nanti tak ada sama sekali tali ikatan yang menghubungkan antara dirinya dengan nilai-nilai moral yang menjadi pegangan umat dalam kehidupannya. Dengan apa yang kalian lakukan itu, maka kalian menjadi perintis ekspansi kolonialis di kerajaan-kerajaan Islam. Kalian telah mengkondisikan semua akal pikiran di kerajaan-kerajaan Islam untuk menerima cara hidup yang kalian cekokkan dalam benak mereka, yakni mengeluarkan orang Islam dari keislamannya”. (Juduur Al Balaa’ : 275)
Kemudian kita lihat kembali isi dari Perjanjian MoU Helsinki. Didalam point 1.4. tentang Peraturan Perundang-undangan. Disitu disebutkan :
1.4.2. Legislatif Aceh akan merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Dan juga kita lihat didalam point 2. tentang Hak Asasi Manusia. Yang mana didalamnya disebutkan :
2.2. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh.
Dalam pidatonya pada konvensi Tentara Amerika ke-89 (28/8/2007), Presiden Bush berbicara mengenai “ekstremis” yang harus dilawan Amerika. Dia berbicara dalam konteks sensasional bahwa “ekstrimis” adalah “keinginan untuk menjejalkan visi gelap yang sama sepanjang Timur Tengah dengan menegakkan Kekhilafahan radikal dan penuh kekerasan yang wilayahnya membentang dari Spanyol ke Indonesia”.
“These extremists hope to impose that same dark vision across the Middle East by raising up a violent and radical caliphate that spans from Spain to Indonesia”, tegasnya.
Dalam rangkaian kunjungan kerjanya ke Australia untuk menghadiri sidang APEC, Bush juga mengajak para pemimpin Muslim untuk melawan pihak-pihak yang ingin menegakkan syari’ah dan Khilafah. “Kita harus membuka lembaran baru dalam perang melawan musuh kebebasan. Melawan mereka yang di awal abad XXI ini menyerukan kaum Muslim untuk mengembalikan Khilafah dan penerapan syari’ah”, demikian dalam suatu wawancara untuk IA Malaysia yang dikutip oleh ITAR-TASS. (http://www.demaz.org, Kamis, 6/9/2007)
Jadi orang-orang kafir itu, terutama pentolannya Amerika Serikat, tidak akan pernah mengizinkan umat Islam untuk menerapkan Syari’at Islam secara kaffah. Dalam konteks Indonesia, Aceh lah yang akan menjadi perhatian khusus mereka. Karena dari realita, masyarakat Aceh lah yang sekarang ini benar-benar ingin menagakkan Syari’at. Kemudian dilihat dari fakta sejarah, mereka mengetahui dengan pasti bagaimana heroiknya bangsa Aceh ketika sudah menerapkan Syari’at Islam secara kaffah. Maka point diatas menjadi point paling penting bagi mereka untuk menghalangi tegaknya kembali Syari’at Islam di bumi Serambi Mekkah.
Perhatikan saja. Disitu disebutkan bahwa ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Bukankah ini adalah sesuatu yang aneh?? Sudah jelas bahwa di Aceh yang akan diberlakukan adalah Syari’at Islam. Tapi kenapa ketentuan hukumnya bukan berdasarkan Islam??
Jadi kita tidak heran ketika ada sedikit saja hukum yang benar-benar sesuai dengan syari’at akan diberlakukan, mereka akan segera menghadang dengan alasan : “ini bertentangan dengan HAM”!!!
Contohnya ketika DPRA mengesahkan Rancangan Qanun Jinayat. Saat itu Human Rights Watch yang berpusat di New York Amerika Serikat, segera mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa Qanun Jinayat yang telah diluluskan oleh DPR Aceh dianggap penyiksaan yang melanggar HAM dan bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan dari penyiksaan, serta undang-undang kriminal nasional RI lainnya. Human Rights Watch menuntut Mendagri RI supaya segera mereview dan membatalkan Qanun Jinayat Aceh tersebut. Maka kita tidak heran ketika antek mereka, yaitu Gubernur Irwandi Yusuf, yang mana ia mengaku beragama Islam akan tetapi menolak untuk menandatangani Qanun ini.
Bahkan tidak cukup sampai disitu, pada akhir tahun 2010 Human Rights Watch (HRW) membuat sebuah laporan yang berjudul “Menegakkan Moralitas: Pelanggaran dan Penerapan Syari’ah di Aceh Indonesia”. Didalam laporan tersebut disebutkan, dua aturan Perda Syari’ah mengenai larangan khalwat serta aturan mengenai busana Muslim, pada pelaksanaanya telah melanggar HAM dan konstitusi Indonesia.
Dalam rekomendasinya, Human Rights Watch mendesak pemerintah lokal di Aceh dan pemerintah pusat Indonesia agar mencabut kedua aturan tersebut. Sejak masih dalam draft, Perda itu telah mendapat kecaman dari para aktivis liberal dan sekuler dengan mengusung ide hak asasi manusia (HAM). Aturan ini dianggap terlalu multitafsir dan berpotensi melanggar hak asasi, terutama terhadap perempuan.
Senada dengan Human Rights Watch, Amnesty International (AI) juga meminta Pemerintah Pusat untuk mencabut hukuman cambuk yang diberlakukan di Nanggroe Aceh Darussalam. Permintaan itu didasari oleh peningkatan penggunaan hukum cambuk di Aceh. Sam Zarifi, Direktur Asia Pasifik Amnesty International, melalui siaran pers pada 22 Mei 2011 mengatakan : “Tampaknya pihak berwenang Aceh semakin meningkatkan penggunaan hukum cambuk yang melanggar hukum internasional”.
Semua yang terjadi ini semakin menunjukkan bahwa ide HAM adalah ide berbahaya bagi umat Islam. Ide yang didasarkan pada liberalism (kebebasan) ini berbahaya dalam beberapa aspek. Kebebasan beragama (freedom of religion), bukanlah semata-mata ketidakbolehan memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu. Tapi kebebasan untuk murtad dari Islam, bahkan untuk tidak beragama sama sekali.
Atas dasar kebebasan juga dilegalkan keyakinan dan praktik yang menyimpang dalam Islam. Dengan alasan HAM, Ahmadiyah yang sesat karena menyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi baru setelah Rasulullah Muhammad saw atau Lia Eden yang mengaku Jibril dibela habis-habisan. Dengan alasan yang sama shalat dengan dua bahasa dan tidak menghadap kiblat, dibela oleh aktifis liberal. Semua ini jelas untuk menghancurkan aqidah umat Islam.
Dalam bidang social, dengan alasan kebebasan bertingkah laku sebagai ekpresi kebebasan individu, HAM melegalkan praktik yang menyimpang dari Islam seperti seks bebas, homoseksual, lesbian, dan pornografi. Akibatnya, kemaksiatan pun meluas di tengah masyarakat.
Sementara dalam bidang politik, ide HAM juga digunakan sebagai political hammer (palu politik) untuk menyerang perjuangan penegakan syari’ah Islam yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Tidak hanya itu HAM juga mengancam stabilitas dan kesatuan politik negeri-negeri Islam.
Dalam bidang ekonomi, liberalisasi ekonomi telah menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negeri-negeri Islam atas nama kebebasan pemilikan. Tambang minyak, emas, perak, atau batu bara yang sebenarnya merupakan milik rakyat, dirampok atas nama kebebasan investasi dan perdagangan bebas.
Namun disisi lain, para pegiat HAM ini tidak pernah mengecam dan mencegah praktek pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Amerika cs di Afghanistan, Irak, Pakistan, dan terhadap umat Islam lainnya. Padahal kebrutalan ini telah banyak terekspose di media-media. Para pegiat HAM juga tidak banyak berbuat ketika Negara Zionis Israel menyerang jalur Gaza dalam membunuh sekitar 1500 rakyat Palestina hanya dalam waktu lebih kurang 2 minggu. Meskipun terus melakukan kejahatan kemanusiaan sistematis, negara Zionis Yahudi ini nyaris tidak tersentuh. Beginilah jadinya jika orang-orang kafir yang berkuasa. Kemuliaan, harta dan darah dari umat islam begitu murah dan tiada harga.
Sekarang, mungkin saja masih banyak yang tidak percaya tentang data dan fakta yang tersaji diatas. Atau mungkin juga ada yang perasaannya berkecamuk antara terkejut, sedih, marah, ataupun kecewa. Tapi apa mau dikata, inilah realita. Yang terpenting sekarang, apakah kita hanya diam saja menghadapi kenyataan pahit dan menyesakkan dada ini ?? Apakah kita ingin agama kita, aqidah kita bahkan anak cucu kita serta tanah aceh yang kita tinggali akan diobok-obok oleh orang-orang kafir yang durjana ?? tentu TIDAK. Namun pasti tersisa sebuah pertanyaan besar nan menentukan pada kita semua, apa solusi terbaik untuk keluar dari permasalahan yang sangat kompleks ini, solusi yang mampu menangani permasalahan ini dengan tepat dan cepat namun harus pula sesuai dengan Syari’at Islam yang menjadi way of life seorang muslim yang benar imannya.
Solusi
Akhir dari seluruh pembahasan ini bukan berarti kami mengajak segenap masyarakat Aceh untuk beramai-ramai menghancurkan perdamaian ini untuk kemudian mengangkat senjata kembali. Sama sekali bukan seperti itu. Karena perdamaian ini adalah hak dari masyarakat Aceh seluruhnya. Disamping itu, adalah sesuatu yang wajar jika setiap manusia lebih menginginkan suasana damai dibandingkan harus hidup dalam kondisi perang.
Akan tetapi kita harus mengingat, bahwasanya kita ini adalah hamba-hamba Allah. Kita ini adalah umat Islam yang telah mempunyai aturan yang jelas dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb kita. Maka jangan sampai perdamaian ini justru membuat kita mendurhakai Allah dan Rasul-Nya. Jangan sampai perdamaian ini justru membuat kita mengkhianati agama kita dan kitab suci kita Al-Quran.
Perdamaian ini haruslah dibungkus dengan syari’at Allah, bukan dengan MoU Helsinki yang penuh dengan musibah. Jika bukan karena masyarakat Aceh yang masih sangat peduli dengan Islam, tentu gelar Serambi Mekkah saat ini benar-benar sudah berganti menjadi Serambi Tel Aviv.  Seluruh makar jahat orang-orang kafir itu kini belum berjalan sepenuhnya di Aceh karena kuatnya pengaruh Islam pada masyarakat Aceh. Akan tetapi bukan berarti hal ini akan berlangsung selamanya. Bukanlah sesuatu yang mustahil, semuanya akan hancur jika kita tidak benar-benar menjaganya.
Maka harus ada sebuah revolusi, harus ada sebuah gerakan perubahan dari masyarakat terhadap kondisi Aceh sekarang. Masyarakat Aceh harus bergerak dan menuntut perubahan MoU Helsinki agar benar-benar sesuai untuk kepentingan Islam dan masyarakat Aceh atau sekalian saja menggantinya dengan Undang-undang Allah, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan kata lain, perdamaian tetap dijaga, tetapi tidak dengan Perjanjian MoU Helsinki.
Sudah cukup semua yang kita saksikan selama ini. Berbagai aliran sesat mulai bermunculan ditengah umat. Belum lagi dengan berbagai macam maksiat yang semakin menghancurkan akidah dan akhlak. Belum lagi ditambah perampokan kekayaan alam yang semakin hari semakin meningkat dengan bantuan para penguasa yang telah menjadi pengkhianat. Walaupun perdamaian ini lahir melalui Perjanjian MoU Helsinki, tapi terlalu banyak kepentingan orang-orang kafir didalamnya, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tetap mempertahankannya.
Sesungguhnya kita memiliki agama yang jelas yang diturunkan oleh Allah sebagai neraca penilai dan pemutus hukum. Neraca-neraca penilai kita berdasarkan ajaran langit bukan berdasarkan ajaran manusia yang rendah dan lemah akal. Hukum-hukum kita berdasarkan Al-Quran bukan berdasarkan MoU Helsinki ataupun hukum-hukum buatan. Dan keputusan-keputusan kita berdasarkan petunjuk Nabi, bukan berdasarkan petunjuk orang-orang kafir yahudi-nasrani.
Sesungguhnya tanpa MoU Helsinki pun Allah sudah terlebih dahulu memerintahkan kita untuk hidup dengan damai dibawah naungan Syari’at. Bahkan tidaklah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam diutus, melainkan untuk menyebarkan rahmat bagi seluruh alam semesta dan menyelamatkan manusia dari kesengsaraan dunia akhirat. Wallahu a’lam bish shawab...
Hamba Allah yang lemah,
Yahya Ibrahim

[1] George Soros (Hungaria: György Schwartz) lahir di Budapest, Hungaria, 12 Agustus 1930. Menurut wikipedia berdasarkan "The Capitalist Threat," ia dikenal sebagai seorang kapitalis radikal, pelaku bisnis keuangan dan ekonomi, penanam modal saham, dan aktivis politik yang berkebangsaan Amerika Serikat. George Soros adalah seorang Yahudi dan pernah dipenjarakan sewaktu saat Perang Dunia I. Ia menyebutkan bahwa keluarganya sangat menanamkan nilai-nilai Yahudi.
George Soros terkenal akan tindakannya yang mengguncang dan menyebabkan krisis ekonomi di Asia. Beberapa negara yang paling terkena dampaknya adalah Korea Selatan, Indonesia, dan Thailand, yang menyebabkan mata uang ketiga negara tersebut menjadi rendah, bahkan sampai sekarang ini terasa efeknya (dollar Amerika terhadap rupiah Indonesia dulu sekitar Rp 2000-2400, sekarang menjadi Rp 9000-9500, bahkan bisa lebih dari itu).
Hong Kong, Malaysia, dan Filipina juga terpengaruh, tapi tidak sebesar tiga negara sebelumnya. Tiongkok, Taiwan, dan Singapura hampir tidak terpengaruh. Jepang tidak terpengaruh banyak tapi mengalami kesulitan ekonomi jangka panjang. Umumnya di negara-negara seperti Thailand dan Indonesia, Soros dianggap lebih negatif sebagai kriminal ekonomi yang membuat ketidakstabilan ekonomi Asia, karena dengan jumlah simpanan uangnya yang besar mengguncang nilai mata uang Asia.
Di Inggris, George Soros terkenal akan tindakannya yang mengguncang Bank Inggris, yang terkenal akan peristiwa "Hari Rabu Hitam" pada tahun 1992. Soros mempunyai cadangan uang yang sangat banyak dan membeli kemudian menjual Poundsterling yang mempunyai nilai sekitar 10 milliar Poundsterling. Banyak spekulan yang kebingungan darimana Soros bisa memiliki uang dalam jumlah besar itu.
Soros berusia tiga belas tahun pada Maret 1944 ketika Nazi Jerman mengambil kontrol militer Hungaria. Ia bekerja untuk Dewan Yahudi. Untuk menghindari anaknya ditangkap oleh Nazi, ayah Soros membayar karyawan Departemen Pertanian agarSoros menghabiskan musim panas tahun 1944 tinggal bersamanya, dan menyamar sebagai anak baptisnya. Soros muda harus menyembunyikan keyahudiannya bahkan saat itu resmi sebagai pengawas penyitaan harta Yahudi.
Pada tahun berikutnya, Soros selamat dari pertempuran di Budapest di mana pasukan Soviet dan Jerman bertempur dari rumah ke rumah.
Soros beremigrasi ke Inggris pada 1947 dan lulus dari London School of Economics pada tahun 1952. Sambil menjadi mahasiswa dari filsuf Karl Popper, Soros bekerja sebagai penjaga pintu kereta api dan sebagai pelayan. (sa/wikipedia)
[2] American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) : Komite urusan pulik Amerika Israel. Organisasi ini memiliki lebih dari 150 pegawai dan mengalokasikan anggaran tahunan lebih dari 60 juta Dollar yang ditarik dari kekayaan-kekayaan orang Yahudi. Dengan kata lain uang hasil korupsi dan uang koorupsi orang Yahudi di Pemerintahan AS. Menjelang pemilihan Presiden AS, hampir setiap calon Presiden AS selalu didatangi oleh pentolan-pentolan AIPAC untuk dimintai dukungannya atas Israel guna memuluskan program mereka. AIPAC mempunyai sebuah lembaga yang disebut dengan PACS (Public Action Commitees) yang direstui oleh hukum federal, dengan tujuan utama memberikan suntikan dana bagi para kandidat para pegawai AS semisal Presiden, menteri, senat, anggota legislatif, dan lain-lain. Salah satu lobi terbaru dari AIPAC adalah mendesak AS untuk menyerang Iran. (An-Najah, No.05)

Sumber : http://www.acehloensayang.com/2012/01/menyingkap-misi-terselubung-amerika-cs.html